banner

Banjir Manado Alirkan Kenangan

Post a Comment
Banjir
Sumber Gambar : Instagram @soalmanado

Jumat, 27 Januari kemarin, Manado sedang berduka. Banjir bandang dan longsor melanda di beberapa daerah di Sulawesi Utara.

Setelah hujan mengguyur sejak kamis malam, Jumat paginya aku baru dapat informasi kalau Manado kebanjiran. Lagi. Memang banjir Manado ini bukan yang pertama kalinya.

Menurut informasi dari beberapa artikel, titik banjir kali ini ada di beberapa kelurahan di Kecamatan Singkil, wilayah Tuminting dan Bunaken. Banjir juga terjadi di Paal Dua, Mapanget, Tikala, Wanea dan Wenang. Hampir sebagian besar wilayah Manado terkena dampaknya.

Mengutip dari kompas.com, Humas Badan SAR Nasional (Basarnas) Manado, Feri mengatakan, akibat banjir tersebut, 2 orang dilaporkan meninggal dunia, sedangkan 1 orang korban masih dalam pencarian. Sampai tulisan ini dirilis, aku belum cek lagi kabar terbarunya.

Banjir dan Kenangan

Alhamdulillah, kami tinggal di dataran tinggi yang berjarak cukup jauh dari kota Manado. Insya Allah masih dan semoga terus diberi keselamatan sama Allah. Aamiin.

Gegara melihat informasi di media sosial yang berseliweran seputar banjir Manado, aku jadi teringat waktu banjir di Kalimantan yang lalu. Tepatnya sama-sama di bulan Januari, di tahun 2021.

Kebetulan waktu itu aku lagi pulang kampung karena rencana melahirkan anak keduaku di Banjarmasin. Maklumlah, sebagai perantau aku merasa bakalan kerepotan kalau harus melahirkan di kampung orang. Banyak hal yang aku pertimbangkan.

Lanjut cerita, waktu itu beberapa hari hujan turun sangat-sangat deras. Nggak ada pikiran apa-apa, biasa aja. Karena memang nggak mengira kalau rumah bakalan kebanjiran. Berhubung sejak awal tinggal di rumah itu, belum pernah ada yang namanya banjir sampai masuk ke dalam rumah.

Beberapa hari hujan turun dan masih merasa aman di rumah. Waktu itu di beberapa daerah lain di Kalimantan Selatan bahkan sudah terendam banjir agak parah. Banyak berita-berita menyedihkan yang aku dapetin waktu itu dari beberapa teman yang kebanjiran.

Sampai akhirnya tibalah giliran di daerah rumahku, air naik sampai sebetis orang dewasa. Okelah, sementara waktu masih juga merasa aman. Karena air belum sampai masuk ke dalam rumah.

Bahkan di momen ini bisa jadi pengalaman pertama kalinya anak sulungku main banjir di depan rumah. Hehe. Mana ada sih anak kecil yang nggak suka main air? Alhamdulillah, masih ada yang harus aku syukuri, kan?

Sejak hari pertama air naik, hujan juga masih belum berhenti. Info-info siaga sudah berseliweran di mana-mana. Di rumah pun kami sudah antisipasi mengamankan barang-barang yang sekiranya berbahaya kalau terendam air. Listrik diamankan. Dokumen-dokumen penting, dan lain-lain.

Aku yang waktu itu lagi dalam keadaan hamil 5 bulan nggak bisa tidur dengan tenang dong tiap malamnya. Sementara berita-berita banjir semakin menjadi-jadi. Di daerah sekitar rumahku pun sudah banyak peringatan siaga banjir. Mulai panik lah.

Ini benar-benar pengalaman pertamaku kebanjiran. Sejak lahir dan besar di Banjarmasin, aku belum pernah merasakan kebanjiran lebih dari semata kaki. Ya Allah ...

Nah, menjelang hari ketiga, hujan belum juga reda. Ketegangan semakin menjadi-jadi waktu malam hari tiba-tiba aja listrik padam. Peringatan siaga dimana-mana. Qadarullah, akhirnya air mulai naik lagi, sampai masuk ke dalam rumah.

Banyak info hewan-hewan air yang berkeliaran juga. Panik lah! Kalian tau Kalimantan, kan? Banjarmasin kota seribu sungai. Dengar informasi ditemukan buaya yang berkeliaran di daerah terdampak banjir, semakin menambah kepanikan kami waktu itu.

Anak sulungku masih tertidur nyenyak malam itu. Yang terjaga cuma aku dan bapak. Debit air semakin cepat naik, rasanya super deg-degan dan takut banget. Sampai berkali-kali aku ikut memantau keadaan di luar rumah.

Bayangkan, tengah malam, listrik padam, dan banjir semakin tinggi. Ada ibu-ibu hamil ikut mantau banjir di depan rumah. Masya Allah.

Dan benar aja, dong. Baru juga memantau di depan rumah, berbekal lampu senter. Aku dan bapak sudah menemukan seekor ular yang tiba-tiba melintas di atas air. Alhamdulillah, kami masih diberikan keselamatan.

Ternyata begini rasanya kebanjiran. Ya Allah, gimana perasaan mereka yang harus kehilangan sanak saudara karena banjir?

Tim rescue yang tau ada ibu hamil di rumah, jelas aja dong langsung memberi saran buat mengungsi. Tapi, di tengah pandemi yang juga masih menjadi-jadi, rasanya aku kurang nyaman kalau harus mengungsi dan berkumpul sama banyak orang. Apalagi dalam keadaan hamil dan membawa satu anak usia 3 tahun.

Tapi semakin lama, keadaan di rumah juga semakin nggak memungkinkan. Stok air bersih menipis, air pdam nggak mengalir, listrik pun masih padam. Bahkan buat keluar mencari makanan pun sudah susah.

Bangunan rumah satu lantai kami memang lebih tinggi dari pada jalanan. Di dalam rumah sendiri, banjir menggenang sampai sebetis orang dewasa. Satu-satunya tempat aman di dalam rumah, cuma di atas ranjang jaman dulu yang memang punya kaki-kaki yang tinggi.

Karena hujan yang tak kunjung henti dan debit air yang semakin menjadi-jadi, aku merasa sudah nggak aman terus bertahan di rumah. Apalagi, dengan keadaan tanpa listrik dan air bersih. Stok makanan pun nggak seberapa. Ditambah lagi info penjarahan dan pembacokan di mana-mana.

Di tengah keadaan kacau kayak gitu, sayangnya masih ada aja orang-orang yang nggak bertanggung jawab. Yang memanfaatkan kesempatan buat hal-hal yang nggak terpuji gitu. Belum lagi yang menyebar informasi-informasi hoax seputar banjir. Banyak!

Hal-hal yang justru menambah kepanikan orang-orang yang lagi panik karena kebanjiran, kan. Sering dijumpai di tengah-tengah informasi bencana.

Singkat cerita, perahu-perahu karet dari tim relawan sudah siaga buat mengevakuasi kami. Terutama aku dan anakku. Tapi setelah berunding sama suami yang kebetulan nggak ikut pulang kampung karena kerjaan, dengan banyak pertimbangan kami memutuskan buat cari-cari penginapan aja di tempat yang aman dari banjir.

Memang nggak gampang nemuinnya dalam kondisi ini. Hampir semua penginapan, dari yang termahal sampai termurah pun penuh. Kebanyakan difungsikan sebagai tempat evakuasi.

Beruntungnya, Allah masih memberi kemudahan buat nemuin satu kamar kos yang daerahnya aman dari banjir. Nggak mikir kelamaan lagi, langsung aja aku ambil.

Dengan bantuan relawan juga, akhirnya kami dijemput dan diantarkan ke tempat pengungsian sementara. Benar-benar pengalaman yang menegangkan, tapi semakin membuatku sadar akan segala macam nikmat dari Allah selama ini.

Musibah sebagai Pengingat


Musibah
Sumber Gambar : Canva


Pengalamanku tadi memang belum ada apa-apanya kalau dibandingkan sama saudara-saudara di daerah lain. Banyak dari mereka yang kehilangan harta, sanak saudara, dan banyak hal lainnya.

Begitu juga sama banjir Manado kali ini. Hadir sebagai teguran bagi kita semua untuk terus memperbanyak syukur. Saling membantu dan saling menguatkan.

Semoga musibah segera berlalu menjadi sebuah berkah. Aamiin.
halodwyta
Halo, aku Dewi Yulia. Suka jalan-jalan, sambil review makanan dan tempat-tempat seru lainnya.

Related Posts

Post a Comment